MAKALAH
TENTANG “DINUL ISLAM”
Disusun
untuk memenuhi tugas Pendidikan Agama Islam dan sebagai ajang media belajar
dakwah mahasiswa.
Dari
Bpk. Zaenal Abidin

Disusun
Oleh : Asep Kumar
NIS :
163010101
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
Jl. Setiabudhi No.193,
Gegerkalong, Sukasari, Kota Bandung, Jawa Barat 40153, Indonesia
BAB
I
A.
Latar Belakang
Agama Samawi (agama-agama yang dipercaya oleh para pengikutnya
diturunkan dari langit) dan termasuk dalam golongan agama Ibrahim ada
3, yaitu Yahudi, Nasrani, dan Islam. Ketiga agama ini mempunyai beberapa
kesamaan dan perbedaan yang beberapa di antaranya sangat mendasar. Yahudi
adalah agama tribal/kesukuan yang hanya bisa dianut oleh bangsa Yahudi.Agama
ini tidak bisa disebarkan ke luar dari suku Yahudi. Oleh karena itu jumlahnya
tidak berkembang. Hanya sekitar 14 juta pemeluknya di seluruh dunia. Sementara
agama Nasrani dan Islam karena disebarkan ke seluruh manusia dipeluk oleh
milyaran pengikutnya.
B.
Rumusan Masalah
1. Apa itu Dinul Islam ?
2. Ciri-ciri Dinul Islam ?
3. Apa Penjelasan Kerangka Dasar Ajaran Islam
?
4. Apa Tujuan Dinul Islam ?
5.
Apa Unsur-unsur
Ajaran Islam?
6.
Bagaimana
Fungsi dan Kedudukan Ajaran/Aqidah Islam ?
C.
Tujuan
1. Menjelaskan Definisi Apa itu Dinul Islam
2. Menjelaskan Definisi Ciri-ciri Dinul Islam
3.
Menjelaskan
Definisi Dasar Ajaran Islam
4.
Menjelaskan
Definisi dan Tujuan Dasaar Dinul Islam
5.
Menjelaskan
Unsur-unsur Ajaran Islam
6.
Mengetahui
Fungsi dan Kedudukan Ajaran/Aqidah Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1.
PENGERTIAN DINUL ISLAM
Kata “Islam” berasal dari kata ‘aslama-yuslimu-islaman’ yang
berarti menciptakan kedamaian, keselamatan, kesejahteraan hidup dan kepasrahan
kepada Allah. Senada dengan pendapat diatas, sumber lain mengatakan bahwa Islam
berasal dari bahasa arab, terambil dari kata ‘salima’ yang berarti selamat
sentausa. Dari asal kata itu dibentuk kata ‘aslama’ yang artinya memelihara dalam keadaan selamat sentausa, dan
berarti pula menyerahkan diri, tunduk, patuh dan taat. Kata ‘aslama’ itulah
yang menjadi kata ‘Islam’ karena di dalamnya memiliki kandungan segala arti
yang pokok yang seakar dari kata Islam.
Oleh karena itu orang yang berserah diri, patuh dan taat disebut
sebagai orang muslim. Orang yang demikian berarti telah menyatakan dirinya
taat, menyerahkan diri dan patuh kepada Allah SWT. Orang tersebut selanjutnya
akan dijamin keselamatannya didunia dan akhirat.
Islam
merupakan ajaran Allah yang diturunkan untuk mengatur tata kehidupan manusia
melalui para rasul, dari nabi Adam AS. hingga nabi Muhammad SAW. Adapun “Islam”
yang dimaksudkan dalam pembahasan ini ialah ‘Din’ yang diturunkan kepada nabi
terakhir, Muhammad SAW dengan melalui risalah Al-Qur’an sebagai penyempurna
millah-millah (Din) sebelumnya.
Penamaan
Islam mempunyai perbedaan yang mendasar dengan agama-agama lainnya, yang
menempatkan Islam pada tempat istimewa yaitu penamaannya tidak dihubungkan
dengan pembawanya dan tempat agama itu lahir. Jadi Islam bukanlah “pikiran”
Nabi Muhammad SAW, sekalipun Islam dengan nabi Muhammad SAW tidak bisa dipisahkan.
Islam adalah nama yang diberikan oleh Allah melalui FirmanNya dalam Al-Qur an,
diantaranya:
Q.S. Ali-Imran
3: 85
وَمَن يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلٰمِ دِينًا فَلَن
يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى الْءَاخِرَةِ مِنَ الْخٰسِرِينَ :٨٥
Artinya:
“Barang siapa yang memeluk agama selain Islam, maka mereka sekali-kali tidak
akan diterima dari padanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang
merugi”. 3
Terdapat kutipan ayat dari Q.S. Al-
Maidah 5: 3
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ
وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلٰمَ دِينًا
Artinya:
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam
itu jadi agama bagimu”
2.2. CIRI-CIRI DARI DINUL ISLAM
Cirinya yaitu sebegai
berikut :
- Rabbaniyah. Dinul islam mempunyai arti
yang sederhana yaitu agama islam. Ciri khas dari dinul islam sendiri
adalah rabbaniyah yakni agama yang datang langsung dari Allah SWT.
- Insaniyah Alamiyah. Yang dimaksud dari
insaniyah alamiyah disini adalah dinul islam bersifat kemanusiaan serta
universal. Dinul islam diturunkan untuk dianut oleh semua kaum di muka
bumi, tanpa terkecuali.
- Syumuliyah. Syumuliyah berarti
lengkap. Tidak seperti pada agama lain, dalam dinul islam seluruh aspek
kehidupan sudah ditetapkan. Dinul islam adalah agama paling lengkap di
muka bumi ini.
- Al-Basathah.
Al-Basathah berarti mudah. Dinul islam menghendaki kemudahan bagi seluruh
pengikutnya. Dinul islam tidak membebani pengikutnya bahkan dalam hal
ibadah karena sudah disesuaikan dengan kemampuan hambanya.
- Al-Adalah.
Al-Adalah berarti keadilan mutlak. Yang dimaksud disini adalah dinul islam
ajarannya mengajarkan manusia untuk mencapai persaudaraan yang mutlak.
- Tawazun.
Tawazun berarti keseimbangan. Seorang muslim haruslah bisa menjaga
keseimbangan antara kepentingan umum dan pribadi. Dinul islam juga
mengajarkan bahwa sebaiknya seorang muslim mampu menjaga keseimbangan
antara badan dan jiwa, serta kepentingan dunia dan akhirat
2.3. KERANGKA DASAR
AJARAN ISLAM
Islam
pada hakikatnya adalah aturan atau undang – undang Allah yang terdapat dalam
kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya yang meliputi perintah dan larangan serta
petunjuk supaya menjadi pedoman hidup dan kehidupan umat manusia guna
kebahagiaannya di dunia dan akhirat.
Secara
umum aturan itu dibagi menjadi 3 hal pokok, yaitu Aqidah, Syari’ah dan Akhlaq.
1)
Aqidah
Aqidah adalah sistem keyakinan yang mendasari seluruh aktivitas muslim. Ajaran
Islam berisikan tentang apa saja yang mesti dipercayai, diyakini, dan diimani
oleh setiap muslim. Karena agama Islam bersumber kepada kepercayaan dan
keimanan kepada Allah swt,
maka aqidah merupakan sistem kepercayaaan yang
mengikat manusia kepada Islam. Seorang manusia disebut muslim jika dengan penuh
kesadaran dan ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam.
Karena itu, aqidah merupakan ikatan dan simpul dasar dalam Islam yang pertama
dan utama.
Aqidah
dibangun atas 6 dasar keimanan yang lazim disebut Rukun Iman. Rukun iman
meliputi : iman kepada Allah swt, para malaikat, kitab – kitab, para Rasul,
hari akhir, dan Qodho dan Qodhar.
Allah
berfirman dalam QS.An-Nisa’, ayat 136 yang artinya “ Wahai
orang yang beriman, tetaplah beriman kepaada Allah dan Rasul-Nya dan kepada
kitab yang diturunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang diturunkan sebelumnya.
Barang siapa ingkar kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-Nya, Rasul-Nya, hari
Kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh- jauhnya”.
Berdasarkan
6 fondasi tersebut, maka keterikatan setiap muslim yang semestinya ada pada
jiwa setiap muslim adalah :



2)
Syari’ah
Komponen Islam yang kedua adalah syari’ah yang berisi peraturan dan perundang-
undangan yang mengatur aktifitas yang seharusnya dikerjakan manusia. Syari’at
adalah sistem nilai yang merupakan inti ajaran Islam. Syari’ah atau sistem
nilai Islam yang diciptakan oleh Allah sendiri. Dalam kaitan ini, Allah disebut
Syar’i atau pencipta hukum.
Bila
merujuk kepada tujuan Dinul Islam yaitu tercapainya kebahagiaan dunia dan
akhirat, maka ruang lingkup Dinul Islam meliputi :Sistem nilai Islam secara
umum meliputi 2 bidang :
i.
Syari’at yang
mengatur hubungan manusia secara vertikal dengan Allah (ibadah mahdah /
khusus). Disebut ibadah mahdah karena sifatnya yang khas dan sudah ditentukan
secara pasti oleh Allah dan dicontohkan secara rinci oleh Allah. Dalam konteks
ini, syari’at berisikan ketentuan tentang tata cara peribadatan manusia kepada
Allah, seperti kewajiban shalat, puasa, zakat, haji.
Hubungan
horizontal ini disebut pula dengan ibadah gairu mahdah/ umum karena sifatnya
umum, di mana Allah atau Rasul-Nya tidak merinci macam dan jenis perilakunya,
tetapi hanya memberikan prinsip dasarnya saja.
ii.
Syari’at yang
mengatur hubungan manusia secara horizontal dengan sesama dan makhluk lainnya (
mu’amalah ). Mu’amalah meliputi ketentuan perundang- undangan yang mengatur
segala aktivitas hidup manusia dalam pergaulan dengan sesamanya dan alam
sekitarnya.
Adanya sistem mu’amalah ini membuktikan bahwa Islam tidak
meninggalkan urusan dunia, bahkan tidak pula melakukan pemisahan terhadap
persoalan dunia maupun akhirat. Bagi Islam, ibadah yang diwajibkan Allah atas
hambanya bukan sekedar bersifat formal belaka, melainkan dituntunnya agar semua
aktivitas hidup dijalankan manusia hendaknya bernilai ibadah. Ajaran ini sesuai
dengan ajaran Islam tentang tujuan diciptakannya manusia supaya beribadah. Allah
berfirman dalam QS. Az-Zarariyat, ayat : 56
“ Dan
tiadalah Aku ciptakan jin dan manusia kecuali supaya beribadah kepada-
Ku “
3. Akhlaq
Akhlaq merupakan komponen dasar Islam yang ketiga yang berisi ajaran tentang
perilaku atau sopan santun. Akhlaq maupun syari’ah pada dasarnya membahas
perilaku manusia, tetapi yang berbeda di antaranya adalah obyek material.
Syari’ah melihat perbuatan manusia dari segi hukum yaitu : wajib, sunah, mubah,
makruh, dan haram. Sedangkan aklaq melihat perbuatan manusia dari segi nilai /
etika, yaitu perbuatan baik ataupun buruk manusia.
Akhlaq merupakan sistematika Islam, sebagai sistem, akhlaq memiliki spektrum
yang luas, mulai sikap terhadap dirinya, orang lain, dan makhluk lain, serta
terhadap Allah SWT.
4. Keterkaitan
antara Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq
Aqidah, Syari’ah, dan Akhlaq pada dasarnya merupakan satu kesatuan dalam ajaran
Islam. ketiga unsur tersebut dapat dibedakan tetapi tidak bisa dipisahkan.
Aqidah sebagai sistem kepercayaan yang bermuatan elemen – elemen dasar
keyakinan, menggambarkan sumber dan hakikat keberadaan agama. Sementara
syari’ah sebagai sistem nilai berisi peraturan yang menggambarkan fungsi agama.
Sdangkan akhlaq sebagai sistem etika menggambarkan arah dan tujuan yuang hendak
dicapai agama. Oleh karena itu, ketiga komponen tersebut seyogyanya
terintegrasi dalam diri seorang muslim. Integrasi ketiga komponen tersebut
dalam ajaran Islam ibarat sebuah pohon. Akarnya adalah aqidah, sementar batang,
dahan, dan daunnya adalah syari’ah, sedangkan buahnya adalah
aqidah. Muslim yang baik adalah orang yang memiliki aqidah yang lurus dan
kuat yang mendorongnya untuk melaksanakan syari’ah yang hanya ditujukan kepada
Allah sehingga tergambar akhlaq yang terpuji.
Atas
dasar hubungan itu, maka :
· Seseorang
yang melakukan suatu perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi oleh aqidah , maka
orang itu termasuk dalam kategori kafir.
· Seseorang
yang mengaku beraqidah, tetapi tidak mau melaksanakan syari’ah, maka orang itu
disebut fasik.
· Seseorang
yang mengaku beraqidah dan melaksanakan syari’ah, tetapi dengan landasan aqidah
yang tidak lurus, maka orang itu disebut munafik.
Seseorang
yang melakukan perbuatan baik, tetapi tidak dilandasi aqidah, maka perbuatannya
hanya dikategorikan sebagai perbuatan baik. Perbuatan baik adalah perbuatan
yang sesuai dengan nilai- nilai kemanusiaan, tetapi belum tentu dipandang benar
menurut Allah.
Perbuatan
baik yang didorong oleh keimanan terhadap Allah sebagai wujud pelaksanaan
syari’ah disebut sebagai amal sholeh. Oleh karena itu, dala Al-Qur’an kata amal
sholeh selalu diawali dengan kata iman, antar lain dalam QS. An-Nur, ayat 55
2.2.
Definisi dan Tujuan Dasar Dinul Islam
Dinul
Islam menurut istilah agama Islam berarti sikap tunduk dan patuh kepada
tata aturan yang berasal dari Allah Swt yang diperuntukan untuk segenap manusia
yang disampaikan melalui Nabi Muhammad Saw untuk memperoleh kesejahteraan dan
keselamatan hidup manusia di dunia dan di akhirat. Firman Allah dalam surat
Al-An’am ayat 153.
“dan
bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah dia,
dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu
mencerai beraikan kamu dari jalanNya. Yang demikian itu diperintahkan Allah
agar kamu bertakwa
2.3.
TUJUAN DINUL ISLAM
v Mengatur hubungan antara manusia dengan Allah
v Mengatur hubungan antara manusia dengan manusia
v Mengatur hubungan antara manusia dengan alam sekitarnya / makhluk
lain
2.4.
KARAKTERISTIK DINUL ISLAM




2.5.
RUANG LINGKUP DINUL ISLAM
• IMAN
(ada 6 Rukun Iman), kajian tentang akidah/prinsip keimanan ini melahirkan
disiplin ilmu Tauhid, ilmu akidah, Ilmu Ushuluddin dan Ilmu Kalam.
• ISLAM
(ada 5 Rukun Islam), kajian tentang keislaman ini, melahirkan disiplin ilmu
syari’ah atau ilmu feqih.
• IHSAN
(akhlak/etika), kajian tentang ihsan ini melahirkan disiplin ilmu tasawuf.
2.5.1. Unsur-unsur Ajaran
Islam
Islam
adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Agama Islam dapat
dijelaskan sesuai hadist riwayat Muslim dibawah ini :
Dari
Umar ra. juga dia berkata : “Ketika kami duduk-duduk disisi Rasulullah s.a.w
suatu hari tiba-tiba datanglah seorang laki-laki yang mengenakan baju yang
sangat putih dan berambut sangat hitam, tidak tampak padanya bekas-bekas
perjalanan jauh dan tidak ada seorangpun diantara kami yang mengenalnya. Hingga
kemudian dia duduk dihadapan Nabi lalu menempelkan kedua lututnya kepada kepada
lututnya (Rasulullah s.a.w) seraya berkata: “Ya Muhammad, beritahukan aku
tentang Islam ?”, maka bersabdalah Rasulullah s.a.w, “Islam adalah engkau
bersaksi bahwa tidak ada ilah (tuhan yang disembah) selain Allah, dan bahwa
Nabi Muhammad adalah utusan Allah, engkau mendirikan shalat, menunaikan zakat,
puasa Ramadhan dan pergi haji jika mampu“, kemudian dia berkata, “anda benar“.
Kami
semua heran, dia yang bertanya dia pula yang membenarkan. Kemudian dia bertanya
lagi, “Beritahukan aku tentang Iman?“ Lalu beliau bersabda, “Engkau beriman
kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya dan hari
akhir dan engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk“, kemudian
dia berkata, “anda benar“. Kemudian dia berkata lagi, “Beritahukan aku tentang
ihsan ?“. Lalu beliau bersabda, “ Ihsan adalah engkau beribadah kepada Allah
seakan-akan engkau melihatnya, jika engkau tidak melihatnya maka Dia melihat
engkau” . Kemudian dia berkata, “ Beritahukan aku tentang hari kiamat (kapan
kejadiannya)”. Beliau bersabda, “Yang ditanya tidak lebih tahu dari yang
bertanya “. Dia berkata, “ Beritahukan aku tentang tanda-tandanya“, beliau
bersabda, “Jika seorang hamba melahirkan tuannya dan jika engkau melihat
seorang bertelanjang kaki dan dada, miskin dan penggembala domba, (kemudian)
berlomba-lomba meninggikan bangunannya“, kemudian orang itu berlalu dan aku
berdiam sebentar. Kemudian beliau (Rasulullah s.a.w) bertanya, “Tahukah engkau
siapa yang bertanya ?”. aku berkata, “Allah dan Rasul-Nya lebih
mengetahui“. Beliau bersabda, “Dia adalah Jibril yang datang kepada kalian
(bermaksud) mengajarkan agama kalian“. (HR. Muslim).
Hadits
ini menerangkan pokok-pokok ajaran Islam, yaitu Iman, Islam dan Ihsan serta
memperhatikan isi Al Qur’an secara keseluruhan maka dapat dikembangkan bahwa
pada dasarnya sistematika dan pengelompokkan ajaran Islam secara garis besar
adalah aqidah, syariah dan akhlak.
Ditinjau
dari ajarannya, Islam mengatur berbagai aspek kehidupan pada manusia yang
meliputi :
1.
Hubungan
manusia dengan Allah (Hablum Minallah).
Sesuai
firman yang berbunyi : ( ﴿الذاريات:٥٦ وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنسَ إِلَّا
لِيَعْبُدُون
”Dan
Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembahku”.
2.
Hubungan
Manusia dengan Manusia (Hablum minan-Naas).
Sesuai
firman yang berbunyi :
وَتَعَاوَنُوا۟ عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَىٰ ۖ وَلَا
تَعَاوَنُوا۟ عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوٰنِ ۚ
وَاتَّقُوا۟ اللَّـهَ ۖ إِنَّ اللَّـهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
”Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan”. (QS.5:2).
3.
Hubungan
manusia dengan makhluk lainnya/ lingkungan.
Sesuai
firman yang berbunyi :
”Dia
telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmuran”.
(QS.11:61)
Vera
micheles Dean dalam bukunya ”The Nature of The Non Western World”, sebagaimana
dikutip Humaidi Tata Pangarsa : bahwa Islam meliputi empat unsur yaitu :
1. Islam
is religion.
2. Islam
is political system.
3. Islam
is way of live.
4. Islam
is interpretation of history
Dilihat secara
parsial maka Dinul Islam dapat dibedakan kepada :
1.
Iqlimiyah Al-Islam
Adanya
ajaran – ajaran Islam yang berbeda dalam satu iklam (wilayah) dengan wilayah
lainnya sebagai akibat perbedaan situasi dan kondisi.
2.
Alqawa’id Al-Hikmah
Ajaran
Islam yang memiliki kontek keberlakuan akidah secara mendunia sepanjang masa.
2.4.
KEDUDUKAN AQIDAH DALAM ISLAM
1. Pengertian
Aqidah
Aqidah
secara bahasa berasal dari kata ( عقد)
yang berarti ikatan. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata
‘aqidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan
dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah
aqidah Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar atau lurus dan ada aqidah yang
sesat atau menyimpang.
Dalam
ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas
sesuatu yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta
taqdir baik dan buruk. Hal ini didasarkan kepada Hadits shahih yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Umar bin Khathab r.a. yang dikenal
dengan ‘Hadits Jibril’.
1. Kedudukan
Aqidah dalam Islam
Dalam
ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti
ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah
suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan
untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan
runtuh dan hancur berantakan.
Maka,
aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan
diterimanya suatu amal. Allah swt berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا
وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
Artinya: “Maka
barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka
hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah
kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)
Allah
swt juga berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya: “Dan
sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika
engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan
kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar:
65)
Mengingat
pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan
dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya.
Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah
dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang
cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu
tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian
keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan
keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh
bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan
penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang
lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi
pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau
keimanan dalam ajaran Islam.
SUMBER, METODE DAN CARA PENGAMBILAN AQIDAH
ISLAM
1. Sumber-sumber
Aqidah Islam
A
Pengertian Aqidah
Aqidah
secara bahasa berasal dari kata ( عقد)
yang berarti ikatan. Secara istilah adalah keyakinan hati atas sesuatu. Kata
‘aqidah’ tersebut dapat digunakan untuk ajaran yang terdapat dalam Islam, dan
dapat pula digunakan untuk ajaran lain di luar Islam. Sehingga ada istilah
aqidah Islam, aqidah nasrani; ada aqidah yang benar atau lurus dan ada aqidah
yang sesat atau menyimpang.
Dalam
ajaran Islam, aqidah Islam (al-aqidah al-Islamiyah) merupakan keyakinan atas
sesuatu yang terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan
kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta
taqdir baik dan buruk. Hal ini didasarkan kepada Hadits shahih yang
diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Shahabat Umar bin Khathab r.a. yang dikenal
dengan ‘Hadits Jibril’.
Kedudukan
Aqidah dalam Islam
Dalam
ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti
ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah
suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan
untuk sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan
runtuh dan hancur berantakan.
Maka,
aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan
diterimanya suatu amal. Allah swt berfirman,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَآءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلاً صَالِحًا
وَلاَيُشْرِكُ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا.
Artinya: “Maka
barangsiapa mengharapkan perjumpaan dengan Tuhannya (di akhirat), maka
hendaklah ia beramal shalih dan tidak menyekutukan seorang pun dalam beribadah
kepada Tuhannya.” (Q.S. al-Kahfi: 110)
Allah
swt juga berfirman,
وَلَقَدْ أُوحِىَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ
أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِّنَ الْخَاسِرِينَ.
Artinya: “Dan
sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada nabi-nabi sebelummu, bahwa jika
engkau betul-betul melakukan kesyirikan, maka sungguh amalmu akan hancur, dan
kamu benar-benar akan termasuk orang-orang yang merugi.” (Q.S. az-Zumar:
65)
Mengingat
pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul mendahulukan
dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya.
Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah
dengan menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang
cukup panjang, yaitu selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu
tersebut, kaum muslimin yang merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian
keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu kemudian terbukti menjadikan
keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau landasan yang kokoh
bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan
penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang
lebih singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi
pelajaran bagi kita mengenai betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau
keimanan dalam ajaran Islam.
Sumber-sumber
Aqidah Islam
Aqidah
Islam adalah sesuatu yang bersifat tauqifi, artinya suatu ajaran yang
hanya dapat ditetapkan dengan adanya dalil dari Allah dan Rasul-Nya. Maka,
sumber ajaran aqidah Islam adalah terbatas pada al-Quran dan Sunnah saja. Karena,
tidak ada yang lebih tahu tentang Allah kecuali Allah itu sendiri, dan tidak
ada yang lebih tahu tentang Allah, setelah Allah sendiri, kecuali Rasulullah
saw.
Metode
Memahami Aqidah Islam dari Sumber-sumbernya Menurut Para Shahabat
Generasi
para shahabat adalah generasi yang dinyatakan oleh Rasululah sebagai generasi
terbaik kaum muslimin. Kebaikan mereka terletak pada pemahaman dan sekaligus
pengamalannya atas ajaran-ajaran Islam secara benar dan kaffah. Hal ini tidak
mengherankan, karena mereka adalah generasi awal yang menyaksikan langsung
turunnya wahyu, dan mereka mendapat pengajaran dan pendidikan langsung dari
Rasulullah saw. Setelah generasi shahabat, kualifikasi atau derajat kebaikan
itu diikuti secara berurutan oleh generasi berikutnya dari kalangan tabi’in,
dan selanjutnya diikuti oleh generasi tabi’ut tabi’in. Tiga generasi inilah
yang secara umum disebut sebagai generasi salaf. Rasulullah bersabda tentang
mereka,
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ
الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ…
Artinya: “Sebaik-baik
manusia adalah generasi pada masaku, lalu generasi berikutnya, lalu generasi
berikutnya…” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Generasi
salaf yang shalih (al-salaf al-shalih) mengambil pemahaman aqidah dari al-Quran
dan sunnah dengan metode mengimani atau meyakini semua yang diinformasikan
(ditunjukkan) oleh kedua sumber tersebut. Dan apa saja yang tidak terdapat
dapat dalam kedua sumber itu, mereka meniadakan dan menolaknya. Mereka
mencukupkan diri dengan kedua sumber tersebut dalam menetapkan atau meniadakan
suatu pemahaman yang menjadi dasar aqidah atau keyakinan.
Dengan
metode di atas, maka para shahabat, dan generasi berikutnya yang mengikuti
mereka dangan baik (ihsan), mereka beraqidah dengan aqidah yang sama. Di
kalangan mereka tidak terjadi perselisihan dalam masalah aqidah. Kalau pun ada
perbedaan, maka perbedaan di kalangan mereka hanyalah dalam masalah hukum yang
bersifat cabang (furu’iyyah) saja, bukan dalam masalah-masalah yang pokok
(ushuliyyah). Seperti ini pula keadaan yang terjadi di kalangan para imam
madzhab yang empat, yaitu Imam Abu Hanifah (th. 699-767 M), Imam Malik (tahun
712-797), Imam Syafi’i (tahun 767-820), dan Imam Ahmad (tahun 780-855 M).
Karena
itulah, maka mereka dipersaksikan oleh Rasulullah saw sebagai golongan yang
selamat, sebagaimana sabda beliau,
قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِى
Artinya: “Mereka
(golongan yang selamat) adalah orang-orang yang berada di atas suatu prinsip
seperti halnya saya dan para shahabat saya telah berjalan di
atasnya.” (H.R. Tirmidzi)
BAB.
III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
A. RANGKA
AJARAN ISLAM
Aqidah
Syariah
Akhlaq
B. UNSUR-UNSUR
AJARAN ISLAM



C. KEDUDUKAN
AQIDAH DALAM ISLAM
Merupakan keyakinan atas sesuatu yang
terdapat dalam apa yang disebut dengan rukun iman, yaitu keyakinan kepada
Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, serta taqdir
baik dan buruk.
3.2.
KRITIK DAN SARAN
Demikian
yang dapat saya paparkan mengenai materi yang menjadi pokok bahasan dalam
makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan kelemahannya, kerena
terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau referensi yang ada hubungannya
dengan judul makalah ini. Penulis banyak berharap para pembaca yang budiman
dusi memberikan kritik dan saran yang membangun kepada penulis demi sempurnanya
makalah ini dan dan penulisan makalah di kesempatan - kesempatan berikutnya.
Semoga makalah ini berguna bagi penulis pada khususnya juga para pembaca yang
budiman pada umumnya.
Sumber :
FUNGSI ISLAM DALAM
KEHIDUPAN
a.
Sebagai Pembimbing Dalam Hidup
Pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup segala unsure pengalaman pendidikan dan keyakinan yang didapatnya sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu kepribadian yang harmonis, di mana segala unsur pokoknya terdiri dari pengalaman yang menentramkan jiwa maka dalam menghadapi dorongan baik yang bersifat biologis ataupun rohani dan sosial akan mampu menghadapi dengan tenang.
b. Penolong Dalam Kesukaran
Orang yang kurang yakin akan agamanya (lemah imannya) akan menghadapi cobaan/kesulitan dalam hidup dengan pesimis, bahkan cenderung menyesali hidup dengan berlebihan dan menyalahkan semua orang.
Beda halnya dengan orang yang beragama dan teguh imannya, orang yang seperti ini akan menerima setiap cobaan dengan lapang dada. Dengan keyakinan bahwa setiap cobaan yang menimpa dirinya merupakan ujian dari tuhan (Allah) yang harus dihadapi dengan kesabaran karena Allah memberikan cobaan kepada hambanya sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, barang siapa yang mampu menghadapi ujian dengan sabar akan ditingkatkan kualitas manusia itu.
c. Penentram Batin
Jika orang yang tidak percaya akan kebesaran tuhan tak peduli orang itu kaya apalagi miskin pasti akan selalu merasa gelisah. Orang yang kaya takut akan kehilangan harta kekayaannya yang akan habis atau dicuri oleh orang lain, orang yang miskin apalagi, selalu merasa kurang bahkan cenderung tidak mensyukuri hidup.
Lain halnya dengan orang yang beriman, orang kaya yang beriman tebal tidak akan gelisah memikirkan harta kekayaannya. Dalam ajaran Islam harta kekayaan itu merupakan titipan Allah yang didalamnya terdapat hak orang-orang miskin dan anak yatim piatu. Bahkan sewaktu-waktu bisa diambil oleh yang maha berkehendak, tidak mungkin gelisah.
Pengendali utama kehidupan manusia adalah kepribadiannya yang mencakup segala unsure pengalaman pendidikan dan keyakinan yang didapatnya sejak kecil. Apabila dalam pertumbuhan seseorang terbentuk suatu kepribadian yang harmonis, di mana segala unsur pokoknya terdiri dari pengalaman yang menentramkan jiwa maka dalam menghadapi dorongan baik yang bersifat biologis ataupun rohani dan sosial akan mampu menghadapi dengan tenang.
b. Penolong Dalam Kesukaran
Orang yang kurang yakin akan agamanya (lemah imannya) akan menghadapi cobaan/kesulitan dalam hidup dengan pesimis, bahkan cenderung menyesali hidup dengan berlebihan dan menyalahkan semua orang.
Beda halnya dengan orang yang beragama dan teguh imannya, orang yang seperti ini akan menerima setiap cobaan dengan lapang dada. Dengan keyakinan bahwa setiap cobaan yang menimpa dirinya merupakan ujian dari tuhan (Allah) yang harus dihadapi dengan kesabaran karena Allah memberikan cobaan kepada hambanya sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, barang siapa yang mampu menghadapi ujian dengan sabar akan ditingkatkan kualitas manusia itu.
c. Penentram Batin
Jika orang yang tidak percaya akan kebesaran tuhan tak peduli orang itu kaya apalagi miskin pasti akan selalu merasa gelisah. Orang yang kaya takut akan kehilangan harta kekayaannya yang akan habis atau dicuri oleh orang lain, orang yang miskin apalagi, selalu merasa kurang bahkan cenderung tidak mensyukuri hidup.
Lain halnya dengan orang yang beriman, orang kaya yang beriman tebal tidak akan gelisah memikirkan harta kekayaannya. Dalam ajaran Islam harta kekayaan itu merupakan titipan Allah yang didalamnya terdapat hak orang-orang miskin dan anak yatim piatu. Bahkan sewaktu-waktu bisa diambil oleh yang maha berkehendak, tidak mungkin gelisah.
7
Begitu
juga dengan orang yang miskin yang beriman, batinnya akan selalu tentram karena
setiap yang terjadi dalam hidupnya merupakan ketetapan Allah dan yang
membedakan derajat manusia dimata Allah bukanlah hartanya melainkan keimanan
dan ketakwaannya.d. Pengendali Moral
Setiap manusia yang beragama yang beriman akan menjalankan setiap ajaran agamanya. Terlebih dalam ajaran Islam, akhlak amat sangat diperhatikan dan di junjung tinggi dalam Islam. Pelajaran moral dalam Islam sangatlah tinggi, dalam Islam diajarkan untuk menghormati orang lain, akan tetapi sama sekali tidak diperintah untuk meminta dihormati.
Islam mengatur hubungan orang tua dan anak dengan begitu indah. Dalam Al-Qur’an ada ayat yang berbunyi: “dan jangan kau ucapkan kepada kedua (orang tuamu) uf!!” Tidak ada ayat yang memerintahkan kepada manusia (orang tua) untuk minta dihormati kepada anak.
Selain itu Islam juga mengatur semua hal yang berkaitan dengan moral, mulai dari berpakaian, berperilaku, bertutur kata hubungan manusia dengan manusia lain (hablum minannas/hubungan sosial). Termasuk di dalamnya harus jujur, jika seorang berkata bohong maka dia akan disiksa oleh api neraka. Ini hanya contoh kecil peraturan Islam yang berkaitan dengan moral. Masih banyak lagi aturan Islam yang berkaitan dengan tatanan perilaku moral yang baik, namun tidak dapat sepenuhnya dituliskan disin